SUSTAIN

Akademisi UBB Soroti Soal Pemajuan Kebudayaan di Bangka Belitung, Perlu Komitmen Serius dari Pemda

Penulis
Cici Nasya Nita
Tanggal Terbit
7 September 2023

Akademisi UBB Soroti Soal Pemajuan Kebudayaan di Bangka Belitung, Perlu Komitmen Serius dari Pemda

BANGKAPOS. COM, BANGKA – Peneliti Pusat Kajian Budaya, Peradaban, dan Pariwisata Universitas Bangka Belitung (UBB), Rendy Hamzah menyoroti soal objek pemajuan kebudayaan di Bangka Belitung. Dia mengungkapkan Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) di Bangka Belitung terjadi pemerosotan.

“Posisi indeks hasil penilaian 3 tahun belakangan (2018 s.d 2020), Provinsi Babel berada di atas rata-rata nasional, namun secara nilai sebenarnya tidak ada peningkatan, puncaknya pada tahun 2021 justru posisi indeks Babel di angka 50.85, sementara Nasional 51.90. Artinya posisi Babel sudah berada di bawah rata-rata Nasional atau mengalami kemerosotan. Ini perlu diatensi secara serius agar indeks Pembangunan kebudayaan di Babel tidak terus merosot,” ujar Rendy, Kamis (6/9/2023).

Sehingga diperlukan langka kolaboratif mengerjakan proyek bersama itu.

“Pemerintah daerah juga sepertinya perlu memastikan lembaga adat betul-betul steril dari berbagai kepentingan politik praktis, jadi jangan sampai asal tetapkan, asal terbitkan SK, asal ada orang dan lembaganya,” katan Rendy.

Tak hanya itu, penguatan semangat pemajuan budaya menjadi agenda strategis untuk mengantisipasi arus globalisasi dan digitalisasi yang terus mengancam dan telah mendisrupsi banyak nilai-nilai jati diri dan ciri khas identitas bangsa kita.

“Tidak sedikit nilai-nilai lokalitas, komunalitas dan religiusitas kita kian tergerus dan terbentur oleh arus budaya luar yang cenderung kapitalis dan bermental materialistis,” katanya.

Di Babel, konteks obyek pemajuan budaya sebenarnya sudah direspon baik oleh beberapa pemerintah daerah, baik provinsi maupun beberapa kabupaten melalui inisiasi peraturan daerah (Perda) pemajuan atau pelestarian budaya daerah, misalnya melalui Perda Provinsi No.3 Tahun 2019; Raperda Pemajuan Kebudayaan Daerah Kabupaten Bangka Selatan Tahun 2023.

“Walaupun masih ada yang belum update dan perlu direvisi menyesuaikan dengan konteks 10 obyek yang ditetapkan secara Nasional (tradisi lisan, manuskrip, adat-istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, dan olahraga tradisional).

Kita juga perlu mengapresiasi perhatian yang diberikan Pemda bagi eksistensi lembaga adat, termasuk telah mengalokasikan insentif (walaupun masih kecil) bagi para pemuka adat di daerah. Namun, secara posisi dan fungsi keberadaannya kerapkali masih terkesan politis, belum optimal dan kurang produktif kehadiranya bagi upaya pelestarian kebudayaan lokal,” katanya.

Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu diatensi serius dalam menjawab sejumlah tantangan dan persoalan yang kita hadapi saat ini;

Pertama, kondisi hari ini, literasi generasi muda kita terhadap aspek lokalitas dan kebudayaan masih cukup rendah dan memprihatinkan.

Nyaris pengetahuan terkait obyek pemajuan kebudayaan tersebut lebih banyak dipahami dan digeluti oleh generasi tua atau bahkan sesepuh yang jumlahnya kian hari terbatas dan kian berkurang.

Prihatinnya justru ketika sebagian besar generasi Z maupun generasi milenial kita justru kurang melek, bahkan banyak yang tidak tahu akan eksistensi budaya lokal, termasuk dengan keberadaan berbagai tradisi sastra lisan yang sebenarnya sangat penting untuk terus dipahami dan dirawat oleh generasi muda-mudi agar tidak mudah tergilas oleh arus moderen dan kebarat-baratan.

Sepertinya generasi muda-mudi hari ini lebih banyak terjebak dengan dunia medsos yang justru lebih promotif dan provokatif terhadap kebudayaan luar. Oleh karena itu, perlu agenda kolaboratif antara pemerintah daera di berbagai level bersama stakeholders untuk memunculkan ruang-ruang publik yang lebih kreatif dan edukatif bagi pelestarian kebudayaan lokal.

Kedua, perlu ekosistem pemajuan budaya yang berpihak pada perlindungan dan penguatan budaya. Ekosistem itu bisa diperkuat melalui arena pendidikan sekolah dasar sampai perguruan tinggi, misalnya melalui model kurikulum yang bercorak pemajuan kebudayaan.

Tentu ada banyak ruang dan momen yang bisa dijahit bersama oleh lembaga pendidikan agar ekosistem budaya di sekolah maupun kampus bisa memberdayakan dan memikat banyak orang untuk terlibat dan menjadi bagian dari pemajuan kebudayaan.

Ketiga, perlu komitmen seluruh stakeholders untuk mendukung setiap upaya penguatan entitas kebudayaan, baik lokal maupun nasional.

Tentu, keberadaan lembaga adat dan berbagai komunitas pemuka serta penggiat adat tidak cukup hanya menjadi simbol untuk acara seremonial Pemda semata, akan tetapi betul-betul berfungsi dan bekerja dengan serius untuk memajukan konteks kebudayaan.

Ketiga, perlu komitmen seluruh stakeholders untuk mendukung setiap upaya penguatan entitas kebudayaan, baik lokal maupun nasional.

Tentu, keberadaan lembaga adat dan berbagai komunitas pemuka serta penggiat adat tidak cukup hanya menjadi simbol untuk acara seremonial Pemda semata, akan tetapi betul-betul berfungsi dan bekerja dengan serius untuk memajukan konteks kebudayaan.

Misalnya, bagaimana lembaga adat bisa mengontrol berbagai aktivitas sosial-ekonomi yang kiranya bisa membahayakan eksistensi adat budaya lokal, termasuk bisa menjadi representasi negara untuk menjaga ekosistem kebudayaan kita agar tetap eksis dan lestari.

Kunjungi laman utama artikel

You may also like

Local social movements and local democracy: tin and gold mining in Indonesia

This article investigates the strategies used by local social movements to respond to increased extractive …

Pelajari Lebih Lanjut →

Standardised data on initiatives—STARDIT: Beta version

There is currently no standardised way to share information across disciplines about initiatives, including fields …

Pelajari Lebih Lanjut →
Scroll to Top