SUSTAIN

Program Pengarusutamaan Gender: Peningkatan Kapasitas dalam Responsivitas Gender

Penulis
-
Tanggal Terbit
19 Juni 2022

Penguatan Kampus Responsif Gender, Prodi Ilmu Politik UBB Gelar Workshop Pengarusutamaan Gender dan Inklusifitas

Pangkalpinang, Swakarya.com. Program Studi (Prodi) Ilmu Politik FISIP Universitas Bangka Belitung (UBB) menyelenggarakan rangkaian Workshop terkait isu pengarusutamaan gender dan inklusifitas di lingkungan perguruan tinggi yang dilangsungkan di Ballroom Sri Pemandang Swiss-beLhotel Pangkalpinang, pada (15/6) lalu

Dalam agenda workshop perdana ini merupakan salah satu dari beberapa rangkaian program Prodi Ilmu Politik UBB untuk memperkuat komitmen serius kampus dalam mewujudkan model penyelenggaraan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang mengarusutamakan gender dan inklusifitas.

Tak hanya itu, agenda workshop ini digelar sebagai bagian dari Program Capacity Building bertema ‘Citizens Participation in Resource Governance and Sustainable Transition (CitRes) yang merupakan program kerjasama internasional Norwegian Program for Capacity Development in Higher Education and Research for Development II (NORHED- Norwegia).

Dekan FISIP UBB, Dr. Aimie Sulaiman, M.A., juga menerangkan dalam bahwa kegiatan ini merupakan jaringan kerjasama, program kolaborasi antara kampus NTNU- Norwegia, PolGov-UGM, Prodi Ilmu Politik UBB, Departemen Politik Undana, dan Polnep- Pontianak dari tahun 2021 s.d 2026.

“Workshop ini dihadiri 3 (tiga) narasumber yang berkompeten di bidangnya, yaitu Dr. Rina Herlina Haryanti, M.Si. (Peneliti Senior Isu Kependudukan dan Gender LPPM UNS); Dr.Aimie Sulaiman, M.A. (Dekan Fisip UBB); Marini, M.A (Kaukus Perempuan Babel).
Ketua Panitia Workshop; Khadijah, S.I.Kom., M.Han,” ungkapnya dalam pesan rilis yang diterima media swakarya pada Minggu 19 Juni 2022.

Ia juga mengungkapkan bahwa isu dalam workshop ini sangat penting karena diskursus ketidakadilan gender dan kekerasan seksual acapkali terjadi di ranah publik, termasuk di perguruan tinggi.

“Kegiatan workshop kita ini akan merespon konteks tersebut, termasuk upaya untuk mendesain model pembelajaran, penelitian dan pengabdian yang lebih responsif dan berperspektif GEDSI (gender, disabilitas, dan inklusi sosial). Ke depan bahwa dalam proses akreditasi juga akan menjadikan isu GEDSI sebagai bagian dari penilaian akreditasi jurusan atau kampus,” katanya.

Untuk itu ini kata Aimie Sulaiman menjadi momentum bersama dalam membuka ruang dialog, agar kita kemudian tidak latah atau kaget dengan isu mengenai GEDSI.

“Dari program diharapkan banyak masukan dari para stakeholders yang nantinya akan diinventarisasi dalam bentuk kurikulum, dokumen kebijakan, sistem admission yang lebih inlusif, serta book chapter yang akan diarahkan menjadi naskah akademik yang bermanfaat untuk mengatasi persoalan gender di dalam tatanan kampus,” tuturnya.

Selain itu, Aimie pun komitmen seriusnya untuk mendorong terciptanya atmosfer akademik yang betul-betul ramah dan sensitif gender, dan hal ini butuh dukungan semua elemen di kampus.

“Gender tidak hanya berbicara mengenai perempuan saja, tapi juga tentang laki-laki, dan termasuk mereka yang rentan. Sejauh ini, sudah ada ikhtiar kampus untuk menuju ke arah sana, mulai dari keberadaan Lembaga/ pusat studi, mata kuliah yang berperspektif gender, termasuk yang terdapat di lingkungan jurusan yang ada di FISIP UBB, serta regulasi yang relevan dengan isu gender juga sedang diupayakan oleh pihak kampus sejauh ini,” pungkasnya.

Sementara itu, Manager Project Norhed II JIP UBB, Rendy Hamzah, M.A. menjelaskan betapa krusialnya posisi dan peran strategis kampus sebagai institusi pendidikan yang mestinya berkomitmen tinggi dalam menginternalisasi berbagai praktik responsif dan inklusif gender, disabilitas dan inklusi sosial.

“Ini bisa dimulai dari hadirnya produk kebijakan kampus yang berorientasi kuat terhadap keadilan dan kesetaraan bagi mereka yang rentan, rawan, dan berpotensi terlanggar atau tak terpenuhi hak-haknya sebagai warga negara,” katanya.

Jadi, dibutuhkan sekali sensivitas kampus untuk mendesaian kebijakan atau regulasi yang lebih inklusif dan akomodatif.***

Kunjungi laman utama artikel

You may also like

Local social movements and local democracy: tin and gold mining in Indonesia

This article investigates the strategies used by local social movements to respond to increased extractive …

Pelajari Lebih Lanjut →

Standardised data on initiatives—STARDIT: Beta version

There is currently no standardised way to share information across disciplines about initiatives, including fields …

Pelajari Lebih Lanjut →
Scroll to Top